Friday, June 10, 2011

"EMPAT SEHAT LIMA SEMPURNA" - NO MORE!

Saya baru tahu kalau ternyata pola makanan ’4 sehat 5 sempurna’ merupakan konsep gizi yang sudah usang. Bahkan tanggal 25 Januari 2011 lalu, bertempat di Auditorium Siwabessy, Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) dan Kementerian Kesehatan RI, secara resmi mengumumkan bahwa slogan Empat Sehat Lima Sempurna sudah tidak bisa diberlakukan, karena tak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Konsep gizi usang

“Sebenarnya, pedoman Empat Sehat Lima Sempurna yang mengacu pada Basic Fourmemang sudah lama kadaluwarsa,” tutur Prof Soekirman, SKM, MPS-ID, PhD, pakar gizi dan kebijakan pangan, dalam sebuah konferensi pers bertajuk “Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang”, di Hotel Akmani, Jakarta, akhir Januari lalu.

Konsep The Basic Four Guide, yang menggolongkan makanan menjadi empat kelompok yakni sereal, daging, susu, dan sayuran, dimunculkan di Amerika pada tahun 1940-an, ketika Amerika sendiri belum lama mengenal ilmu gizi. Nyatanya, setelah konsep tersebut berjalan selama sekitar 20 tahun, pola makan Amerika justru cenderung memburuk. Konsumsi daging, serealia, tepung, lemak, minyak, gula, dan garam meningkat tajam. Sebaliknya, konsumsi sayur dan buah justru menurun. Akibatnya, kasus obesitas, penyakit gangguan metabolisme, dan degeneratif melonjak drastis. Dari kondisi tersebut, para ilmuwan mulai menyadari bahwa pedoman makan tidak hanya bermanfaat mengatasi kurang gizi, namun juga sangat berperan terhadap munculnya penyakit.

Tahun 1970-an, konsep tadi mulai direvisi. Pada prinsipnya, pemerintah Amerika menyarankan agar masyarakatnya meningkatkan konsumsi karbohidrat, mementingkan peran protein dan produk susu, serta mengurangi makanan yang berlemak, berkolesterol, bergaram, dan bergula. Pada tahun 1988, pemerintah mulai memperkenalkan kelompok makanan yang digambarkan dengan piramida (lihat gambar). Tiga tahun kemudian, United States Department of Agriculture, resmi merilis gambar piramida makanan yang diberi nama The Food Guide Pyramid. Dalam piramida tersebut, kelompok makanan yang mengandung karbohidrat diletakkan di bagian paling bawah, diikuti oleh kelompok sayur dan buah, kelompok daging, unggas, ikan, telur, dan produk susu, kemudian yang paling atas adalah kelompok lemak, minyak, dan gula. Jika diletakkan di bawah, artinya kelompok makanan tersebut dikonsumsi lebih banyak. Semakin ke atas, konsumsinya lebih sedikit.

Meskipun dipandang lebih baik, anjuran ini mengalami kontroversi. Sebagian kalangan mempertanyakan mengapa produk susu harus digambarkan secara khusus dalam piramida. Selain itu, mereka menilai pedoman tersebut tidak memiliki dasar ilmiah. Marion Nestle, dalam bukunya yang berjudul Food Politics: How The Food Industry Influences Nutrition and Health (University of California Press, 2002), bahkan mengungkapkan, kebijakan tersebut lebih disebabkan faktor politik. Di antaranya, agar komoditi dagang Amerika – terutama gandum dan produk susu – bisa memperoleh pasar lebih luas.

Rentan salah paham

Terlepas dari kontroversi tersebut, Dr Walter Willet, ilmuwan dari Harvard School of Public Health mengatakan, piramida tersebut rentan salah paham. Penggolongan komponen makanan yang hanya berdasarkan pada proporsi akan menimbulkan anggapan bahwa semua jenis karbohidrat, protein, dan produk susu itu baik, sehingga cenderung dikonsumsi secara berlebihan. Sebaliknya, semua jenis lemak dan minyak akan dikira jahat dan harus dihindari.

Faktanya, karbohidrat terdiri dari dua jenis, yaitu karbohidrat kompleks dan sederhana. Jika tidak dijelaskan secara khusus karbohidrat seperti apa yang dimaksud, Willet menilai, anjuran mengonsumsi sebanyak 6-11 porsi per hari sudah terlalu berlebihan. Padahal, semua bentuk karbohidrat sederhana seperti nasi, mi, roti, dan sejenisnya, dengan cepat melonjakkan kadar gula dalam darah dan mengakibatkan meroketnya insulin. Efeknya, insulin akan berusaha menekan dengan mengeluarkan hormon eikosanoid buruk yang berpotensi memicu peradangan sel, menurunkan sistem kekebalan, membuat darah menjadi lebih kental sehingga memicu penyempitan pembuluh darah dan perbanyakan sel-sel abnormal.

Lagipula, tidak semua makanan sumber protein layak dikonsumsi setiap hari. Sebagai contoh, daging merah memang kaya protein, namun juga mengandung lemak jenuh dan kolesterol tinggi sehingga harus dibatasi. Sementara sumber protein lain seperti ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-bijian justru lebih baik sehingga bisa dikonsumsi lebih sering.

Begitu juga dengan lemak. Lemak bersifat jenuh yang terdapat dalam minyak goreng, mentega, dan margarin, misalnya, memang tidak baik. Namun lemak yang berasal dari biji-bijian seperti kemiri, kacang mete, alpukat, serta minyak zaitun – selama tidak digoreng – merupakan sumber lemak yang bagus. Ini disebabkan mekanisme kerja dan perannya pada tubuh kita justru berlawanan dengan lemak jenuh.

Yang terakhir adalah produk susu yang dipandang istimewa karena merupakan sumber kalsium tinggi. Menurut Willet, kalsium tidak perlu digembar-gemborkan sehingga cenderung dikonsumsi berlebihan. Beberapa studi menemukan, terlalu banyak kalsium diduga justru dapat meningkatkan risiko gangguan jantung, pembuluh darah, osteoporosis, dan beberapa jenis kanker.

“Dosa” Empat Sehat Lima Sempurna

Di Indonesia, penerapan Empat Sehat Lima Sempurna – yang mengacu pada piramida Basic Four tadi – ternyata juga tidak lepas dari salah kaprah. Beberapa hal yang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:

  • Susu si malaikat

Susu sering dianggap komponen yang wajib ada dalam daftar makanan sehari-hari. Simak pengalaman Wita (34 tahun), ibu rumah tangga yang berdomisili di Setiabudi, Jakarta Selatan. “Kalau belum menyajikan susu, rasanya belum afdol. Seolah-olah saya belum bisa memberikan makanan sehat buat keluarga, meskipun komponen lain yang terdapat dalam Empat Sehat sudah terpenuhi,” tuturnya.

Sementara Dahlia (31 tahun), karyawati di Semarang, lain lagi. Karena Lima Sempurna mengacu pada susu, ia menganggap susu merupakan makanan “sempurna” yang bergizi komplit sehingga bisa menggantikan peran sumber makanan lainnya. “Kalau anak-anak sedang sulit makan, selama masih mau minum susu saya sudah cukup tenang. Toh, susu juga mengandung karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan zat gizi lain,” dalihnya.

Prof Soekirman mengakui, slogan “Lima Sempurna” yang mengacu pada susu memang membuat banyak orang menganggap bahwa komponen makanan yang terdapat dalam Empat Sehat belum komplit jika tanpa susu. Selain itu, karena disandingkan dengan kata “sempurna” susu juga sering dijadikan jawaban atas masalah kekurangan gizi. Padahal kenyataannya, susu merupakan bahan makanan yang posisinya tidak lebih hebat dari sumber protein lain, seperti kacang-kacangan, biji-bijian, polong-polongan, ikan, ayam, atau daging.

  • Melupakan proporsi makanan

Empat Sehat Lima Sempurna menyamaratakan kebutuhan gizi. Seolah-olah, asal terdiri dari makanan sumber karbohidrat, lauk pauk, sayur, dan buah, itu sudah cukup. Padahal, setiap orang memiliki kondisi tubuh dan kebutuhan gizi berbeda-beda, yang sangat dipengaruhi oleh usia, status kesehatan, dan aktivitasnya.

Kebutuhan gizi seorang pekerja fisik, misalnya, tidak sama dengan karyawan yang seharian bekerja di belakang meja. Bila pola makan mereka dipukul rata berdasarkan susunan makanan yang terdiri dari empat kelompok tadi, dan tidak mempertimbangkan porsi serta jenis zat gizinya, pola makannya itu tidak bisa dibilang sehat. Sebab, pada pekerja fisik, kalori yang terkandung dalam makanannya mungkin akan langsung habis tak bersisa saat digunakan untuk bekerja. Sementara pada si karyawan, sisa kalori yang ada akan tertimbun di dalam tubuhnya.

  • Tidak peduli kombinasi

Banyak orang memahami komponen Empat Sehat Lima Sempurna harus dikonsumsi sekaligus. Ini juga yang dilakukan oleh Litha Manaba (29 tahun), karyawan swasta yang berdomisili di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Mulai sarapan hingga makan malam, ia selalu mengusahakan isi piringnya terdiri dari nasi, lauk pauk, dan sayur. “Habis makan, saya makan pisang, jeruk, atau semangka. Kalau pagi, biasanya saya tambahkan susu. Biar sumber tenaganya komplit!” jelasnya. Namun yang aneh, alih-alih merasa lebih bertenaga, setiap kali usai makan ia sering mengeluh ngantuk. “Badan juga terasa berat. Kenapa bisa begitu ya?” ia bertanya-tanya.

Menurut Andang Gunawan, ND, bahwa kita harus mengonsumsi sumber makanan secara komplit seperti yang terdapat dalam komponen Empat Sehat, itu memang betul. “Namun tidak perlu sekaligus,” tegasnya.

Alasannya, agar bisa dicerna dengan baik, konsumsi makanan sebaiknya juga disesuaikan dengan enzim yang berada pada sistem pencernaan. Ada enzim yang membutuhkan lingkungan cerna bersifat asam, ada pula yang membutuhkan lingkungan cerna bersifat basa. Apabila makanan yang kita konsumsi sama-sama bersifat asam (misalnya karbohidrat tepung dimakan bersamaan dengan protein hewani), akan terjadi proses penetralan asam-basa yang menghambat proses pencernaan. Tubuh juga akan mengerahkan energinya untuk mencerna makanan. “Inilah yang menjelaskan mengapa seusai makan tubuh justru terasa berat, bahkan mengantuk,” jelas Andang.

Selain itu, bahan makanan yang terlalu lama tinggal dalam organ pencernaan akan membusuk dan meninggalkan toksin. Thomas E. Levy, MD, dalam bukunya yang berjudulOptimal Nutrition for Optimal Health, mengungkapkan, pencernaan yang bersifat toksik cenderung mendorong peningkatan berat badan.

Ini disebabkan, usus halus menyerap lebih banyak dari yang seharusnya (leaky gut). Jika di saat yang sama, sisa-sisa makanan yang ada belum tercerna dengan sempurna, sementara pola makan yang tidak ramah pencernaan tadi terus terjadi, tubuh akan mengenali zat yang diserap usus halus tersebut sebagai benda asing. Ia akan berusaha melawan dengan mengaktifkan sistem kekebalan. Namun hal ini bukannya membuat daya tahan tubuh kita semakin kuat, melainkan sebaliknya; sel-sel meradang, dan kita lebih rentan sakit.

Slogan Baru, Gizi Seimbang

Itulah alasannya, pada tahun 1992, konferensi pangan sedunia yang berlangsung di Roma dan Geneva, yang diadakan oleh Food and Agriculture Organization (FAO), badan pangan dunia, menetapkan agar semua negara berkembang yang semula menggunakan slogan sejenis Basic Four menggantinya dengan konsep Nutrition Guide for Balance Diet.

Sesungguhnya, keputusan FAO itu sudah dilakukan dalam kebijakan Repelita V tahun 1995 sebagai Pedoman Gizi Seimbang, dan menjadi bagian dalam program perbaikan gizi. Namun karena kurangnya sosialisasi, pedoman yang baru itu hanya menjadi sekadar teori.

Meskipun terkesan terlambat, usaha memperkenalkan kembali Pedoman Gizi seimbang sebagai pengganti Empat Sehat Lima Sempurna itu tetap lebih baik daripada tidak sama sekali. Bagaimanapun, itikad pemerintah dalam meluncurkan (kembali) Pedoman Gizi Seimbang baru-baru ini wajib dihargai. Terlebih, konsep yang baru ini sudah mulai mengakomodasi beberapa hal penting.

Menurut Prof Soekirman, berbeda dengan Empat Sehat Lima Sempurna yang menyamaratakan kebutuhan gizi semua orang, Gizi Seimbang percaya bahwa setiap golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, dan aktivitas fisik memerlukan asupan gizi yang berbeda-beda. Agar lebih mudah dipahami, konsepnya digambarkan menjadi “piramida” berbentuk tumpeng beserta nampan, yang disebut Tumpeng Gizi Seimbang.

Secara umum, Tumpeng Gizi Seimbang terdiri dari beberapa potongan tumpeng: satu potongan besar berisi sumber karbohidrat, dua potongan sedang berisi sayuran dan buah-buahan, dua potongan kecil berisi sumber protein nabati dan hewani, serta potongan terkecil di bagian puncak, berisi minyak, gula, dan garam. Besarnya potongan ini menunjukkan porsi makanan yang harus dikonsumsi setiap hari.

Beda dengan slogan sebelumnya

Jika diperhatikan lebih mendalam, pedoman Gizi Seimbang juga memiliki beberapa perbedaan dengan Empat Sehat Lima Sempurna, yaitu:

  • Air putih menjadi bagian dari komponen gizi.

Air putih dimasukkan dalam komponen Tumpeng Gizi Seimbang, dan ditempatkan di bawah potongan kelompok sumber karbohidrat. Artinya, air putih kini dipandang sebagai zat gizi esensial yang wajib terpenuhi dan menempati posisi terbesar dalam asupan gizi. Ini disebabkan, air berperan penting dalam proses metabolisme. Sebaik apapun pola makan kita, jika tubuh kekurangan air, metabolisme tubuh akan terganggu.

  • Susu bukan lagi “penyempurna”

Dalam Tumpeng Gizi Seimbang, susu ditempatkan dalam kelompok sumber protein hewani lainnya. Hal ini untuk menegaskan, bahwa susu bukan makanan sempurna seperti salah kaprah yang terjadi selama ini. Posisinya bisa diganti oleh sumber protein lain, baik yang berupa protein nabati ataupun hewani.

  • Hanya bersifat umum

Prinsip Gizi Seimbang didasarkan pada kebutuhan zat gizi yang berbeda menurut kelompok umur, status kesehatan, dan jenis aktivitas, maka bagi ibu hamil, menyusui, bayi dan balita, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Oleh sebab itu, jenis dan proporsi makanan yang terdapat dalam Tumpeng Gizi Seimbang tadi hanya bersifat umum. Penerapannya, tentu saja perlu disesuaikan lagi dengan kondisi kita masing-masing.

Slogan kosong?

Sebagian kalangan menilai, pedoman umum Gizi Seimbang justru lebih rumit untuk dilaksanakan. “Bikin bingung! Apalagi, program ini tidak diimbangi dengan arahan bagaimana cara menyesuaikannya dengan kondisi kita masing-masing. Berbeda dengan Empat Sehat Lima Sempurna yang jelas-jelas mengatakan kita harus makan sepiring nasi, lauk, sayur, dan buah,” keluh Annida (37 tahun), ibu rumah tangga di Bintaro, Tangerang.

Keluhan Annida memang beralasan meski tidak sepenuhnya benar. Sebetulnya pedoman Gizi Seimbang bukannya lebih “rumit”, tapi lebih dibuat lebih detail. Simbol Tumpeng Gizi Seimbang yang diletakkan dalam sebuah baki juga berisi gambar beberapa cabang olahraga, orang sedang mencuci tangan, dan timbangan. Artinya, yang dimaksud “seimbang” tidak hanya berkutat pada soal makanan. Makanan yang dikonsumsi juga harus diseimbangkan dengan aktivitas fisik, menjaga kebersihan, serta memantau berat badan.

Sejauh ini, memang begitulah temuan para ahli gizi tentang kenyataan cara menuju hidup sehat. Konsumsi makanan yang seimbang dengan aktivitas fisik, akan membuat metabolisme berjalan lebih efektif. Kalori yang masuk tidak tertimbun begitu saja dan menyebabkan obesitas. Dengan menjaga kebersihan, setidaknya kita sudah berupaya mencegah datangnya penyakit. Memantau berat badan membuat kita mengenali sinyal baik atau tidaknya status gizi. Karena, terlalu kurus atau terlalu gemuk sama-sama menandakan gizi kita belum seimbang.

Terlepas dari kurangnya sosialisasi, namanya juga pedoman. Meskipun disusun sesempurna mungkin, harap maklum jika masih jauh dari harapan semua orang. Semoga, ketidakpuasan itu memacu kita untuk tidak berhenti mengenali tubuh sendiri, sekaligus terus belajar mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. (big thanks to Nyonya Kintha)

Sunday, January 09, 2011

EFEK SELECTIVE COLOR DENGAN PHOTOSHOP

Pertama-tama, apa itu selective color? Secara sederhana, efek selective color seperti gambar di samping. Semua tampak hitam putih kecuali foto saya sendiri. Dalam pengertian luas, selective color merupakan efek untuk mengubah bagian foto sesuai keinginan kita. Biasanya efek ini digunakan untuk memperkuat dan menonjolkan obyek utama sehingga terlihat lebih dominan.

Baiklah, berikut langkah-langkahnya (disini saya gunakan PS2, untuk PS4 tidak jauh berbeda):

1. Buka gambar yang akan diproses dengan Photoshop; ingat, gambar haruslah yang berwarna.

2. Tambahkan adjustment layer dengan cara klik icon Adjustment Layer (lokasi ada di pojok kanan bawah), lalu pilih channel Mixer.

3. Buat seluruh gambar menjadi Grayscale dengan menandai Monochrome, sehingga Output Channel menjadi Gray saja. Atur Source Channel (Red, Green, Blue) hingga gambar nampak sesuai, lalu klik OK. Foto anda akan berubah jadi hitam putih.

4. Perlu diingat bahwa Channel Mixer menggunakan system masking, warna putih pada masking berarti dipilih, sedangkan warna hitam pada masking berarti tidak terpilih. Untuk menonjolkan warna asli sebagian gambar, warnai masking dengan warna hitam. Caranya, pilih foreground hitam dengan menekan X di keyboard anda.

5. Aktifkan brush, tekan B di keyboard anda. Lalu mulailah sapukan brush di area yang ingin dikembalikan warnanya sehalus mungkin, sesuai yang anda inginkan. Agar sapuan brush anda tidak luber kemana-mana, perbesar foto atau ubah ukuran brush. Proses mengembalikan warna ini memang paling lama dan membutuhkan kesabaran. Untuk melihat masking yang anda buat, tekan alt + layer mask. Apabila ada ruang kosong yang belum tersapu oleh brush warna hitam tadi, anda bisa meratakan dengan tool brush pada tampilan masking ini. Untuk kembali pada tampilan awal, tekan alt + layer mask.

6. Agar gambar terlihat lebih alami, turunkan opacity sesuai keinginan anda.

Setelah selesai simpan hasil akhirnya, dan ini dia hasil akhir yang saya buat. Selamat mencoba!

Saturday, January 08, 2011

PACITAN : KOTA 1001 GOA

Perjalanan saya kali ini menyusuri sebuah kota di pesisir selatan propinsi Jawa Timur, tempat kelahiran Presiden SBY dan juga kota tempat artis kontroversial Jupe hendak mengadu nasib dengan mencalonkan diri sebagai bupati. Ya, itulah Pacitan, yang terkenal dengan sebutan Kota 1001 Goa. Mengapa? Lanjut baca sampai selesai ya, anda akan menyadari bahwa Pacitan bukan saja memiliki goa-goa yang indah namun juga pantai-pantai yang wah… Penasaran kan?

Selasa, 28 Desember 2010

Jakarta – Solo

Setelah lelah Menerjang Citarik, timbul kenekadan di benak saya: “liburan akhir tahun kemana enaknya ya?”. Pikiran nekad tersebut seringkali hinggap di benak saya yang ujung-ujungnya berakhir dengan petualangan murah meriah dan sendiri a.k.a single-heavenly-cheap-backpacking, (translate-nya maksa yaa, hehe…). Saya tidak berharap terlalu banyak ada yang mau ikut berpetualang dengan saya kali ini, mengingat sudah di penghujung tahun yang biasanya waktu dihabiskan bersama keluarga dan orang-orang tercinta. Lalu, kok saya memilih berpetualang? Yah, mungkin perbedaan konsep; bagi saya, ‘keluarga’ lebih ke pengertian luas –siapapun yang saya temui dalam perjalanan kehidupan saya dan yang mau menerima saya seperti saya menerima mereka, itulah definisi ‘keluarga’ secara luas bagi saya. Bukankah kita semua memiliki ikatan kekerabatan karena berasal dari keturunan yang sama, yaitu Adam & Eve? Atau adakah yang berasal dari Adam & Steve? Hehehe… Kok jadi membahas filosofi hidup ya? Blog yang aneh…

Menuju ke Terminal Lebak Bulus diiringi hujan deras, ditambah satu-satunya bus tujuan Pacitan (PO. Aneka Jaya) hanya berangkat jam 11 siang, maka mau tidak mau saya harus nyambung-nyambung. Pilihan tujuan Yogyakarta lebih baik, namun semua bus jurusan Yogyakarta sudah berangkat, secara saya tiba di Lebak Bulus jam 6 sore. Hufff… Setelah kontak sana-sini dengan supir-supir bus yang saya kenal, diberikanlah saya nomer agen bus PO. Giri Indah tujuan Wonogiri, yang harus saya sesali belakangan karena tiga alasan; pertama, hingga jam 11 malam bus tersebut hanya muter-muter Jakarta untuk cari penumpang; kedua, baru sejenak meninggalkan Jakarta langsung mogok (apa gak ada prestart check ya?); ketiga dan yang paling saya sesali, dioper ke bus lain yang sama ‘buruk’nya dan diturunkan di Solo (padahal saya bayar sampai ke Wonogiri). Sial! Maaf jika ada yang tersinggung, tapi lain kali saya tidak akan pernah naik bus PO Giri Indah, cukup kali itu saja!

Rabu, 29 Desember 2010 Solo - Pacitan

Oke, cukup curhatnya. Setibanya di Terminal Tirtonadi Solo jam 1 siang, dengan makan seadanya saya langsung menaiki bus PO Aneka Jaya tujuan Pacitan yang berangkat setiap setengah jam. Saya sempat panik sendiri karena sang kenek berteriak dengan nyaring dan agak fals “Batu.. Batu .. Batu”. What? Batu bukannya di dekat Malang sana? Bener gak sih? Saya baca kembali tulisan di bagian depan bus untuk meyakinkan bahwa bus yang saya tumpangi benar –Solo-Wonogiri-Batu-Pacitan. Ora urus lah, yang penting nyampe Pacitan. Perjalanan ditempuh sekitar 4 jam melewati beberapa kota, Sukoharjo, Wonogiri, dan Baturetno; aha, terjawab sudah gundah gulana di hati saya, ternyata Batu yang dimaksud sang kenek ialah Baturetno, bukan Batu di sekitar Malang sana. Woalaahhh… (maklum, nilai geografi dulu anjlok, hehehe…)

Dengan ongkos 20ribu rupiah, tibalah saya di Pacitan sekitar jam 6.30 petang. Ditemani gerimis, pilihan pertama saya yaitu bertanya ke kasir di Indomaret yang terletak pas di depan terminal. Bener-bener tanpa perencanaan! Hotel terdekat yang disarankan si mbak yaitu Hotel Permata (08123437453/0357-883306); berbekal info itu dan menumpangi becak meluncurlah saya ke sana. Wah, ini sih hotel menengah ke atas. Melanggar butir pertama sumpah backpacker: Penginapan harus di bawah 100ribu! Sang abang becak menyarankan saya ke hotel di seberangnya, Hotel Minang (085229940111/0357-881939). Harga penginapan bervariasi, mulai dari 50ribu (kipas angin), 75ribu (plus TV), 115ribu (plus AC); semuanya kamar mandi di dalam plus sarapan pagi. Saya memilih yang 75ribu karena yang 50ribu sudah penuh.

Setelah mandi, segera saya menuju ke dealer Suzuki yang terletak di seberang jalan hotel tempat saya menginap. Untuk apa? Ya, tidak lain dan tidak bukan, nonton bareng final AFF antara Indonesia vs Malaysia bersama warga setempat. Walaupun Indonesia kalah, namun saya optimis ini langkah hebat yang dilakukan oleh putra-putra terbaik negeri ini untuk berjuang dan melangkah lebih maju. Garuda di dadaku, Garuda kebanggaanku, Ku yakin hari ini pasti menang!

Kamis, 30 Desember 2010 Pantai Teleng Ria – Goa Gong – Pantai Klayar – Pantai Waru Karung – Pantai Srau

Pagi harinya, saya langsung berjalan menyusuri kota kecil Pacitan. Mampir sebentar di ATM terdekat (sekedar info, di Pacitan hanya ada 2 bank yang ber-ATM, BNI dan BRI), dan dengan menumpang andong alias dokar tujuan pertama saya yaitu Pantai Teleng Ria yang terletak 3 km dari terminal Pacitan. Seingat saya terakhir kali naik andong sewaktu masih duduk di bangku kelas 1 SD di Bulupayung sana. Jadi teringat nuansa pedesaan… Tarif masuk di Pantai Teleng Ria (dan semua pantai-pantai lainnya di Pacitan sama) yaitu 3ribu rupiah. Wah, pantai yang indah; hamparan pasir putih yang landai sepanjang 300 meter membuat saya betah berlama-lama di sana, tentunya sambil jepret sana-sini, dan inilah hasilnya.

Puas sesi jepretnya, saya menghampiri sebuah toko yang menjual oleh-oleh khas Pacitan. Walaupun saya hanya membeli sebuah topi berpinggiran lebar, namun saya betah berlama-lama di toko tersebut; tempat yang adem untuk badan saya dan pemandangan yang “adem” buat mata saya, karena anak sang pemilik toko bener-bener aduhai, hahahaa… (maap, fotonya untuk konsumsi pribadi yaa…)

Cukup sudah ber-adem-adem ria. Rencananya, saya akan kembali menuju ke terminal untuk mencari ojek yang mau mengantarkan saya berkeliling mengunjungi tempat-tempat wisata di Pacitan. Sekedar info, tempat-tempat wisata di Pacitan sungguh sangat sulit dijangkau, karena tidak ada kendaraan umum yang langsung menuju ke sana. Alternatif pilihannya yaitu sewa mobil atau ojek (seperti yang saya lakukan). Lalu entah mengapa, langkah kaki saya berbelok menuju ke satu-satunya penginapan yang ada di pantai tersebut. Dalam hati saya berkata, pasti harganya lebih mahal karena di pinggir pantai. Namun saya keliru! Happy Bay Beach Bungalow (0357-881474) bener-bener murah; untuk harga per kamar dikenai biaya 75ribu sedangkan bungalow 85ribu, semuanya tanpa TV, AC, dan sarapan. Bagi saya cukuplah! Tanpa berlama-lama, segera saya bayar harga sewa bungalow (karena yang kamar sudah penuh). Ternyata tindakan saya tepat, karena selang beberapa saat kemudian datang tamu-tamu yang hendak menginap di sana namun ditolak karena sudah penuh. Alhamdulilah…

Di penginapan ini juga menyediakan aneka makanan dengan harga yang bener-bener pas di kantong dan dijamin pas di lidah. Selain itu, mereka juga menyewakan motor yang dibanderol seharga 50ribu per hari. Segera saya menyewa motor yang ada dan meluncur ke Hotel Minang untuk mengambil barang bawaan saya. Eits, mata saya menangkap tulisan Dinas Pariwisata Pacitan yang terletak di seberang jalan masuk menuju ke Pantai Teleng Ria. Sangat disarankan bagi anda untuk mendatangi kantor dinas pariwisata di Pacitan (dan tentu saja di daerah manapun anda berkunjung) karena banyak info-info menarik seputar wisata setempat yang diberikan. Malah saya dibekali dengan 2 keping CD; satu berisi film dokumenter Pacitan dan satunya lagi tentang wisata di wilayah-wilayah lainnya di Indonesia, plus brosur menarik tentang wisata di Pacitan.

Dengan biaya 100ribu, harga untuk sewa motor plus si mas membonceng saya ke tempat-tempat wisata yang saya nikmati di Pacitan, tujuan pertama saya yaitu Goa Gong yang terletak 30 kilometer arah selatan Pacitan. Jalan yang dilalui bener-bener melelahkan badan karena berkelok-kelok, namun terbayar dengan keindahan Goa Gong –stalagtit dan stalagmit yang menghiasi bagian dalam keindahan goa yang dinominasikan sebagai goa terindah se Asia Tenggara sungguh indah. Semakin dalam menuruni puluhan anak tangga benar-benar membuat saya semakin mengagumi karya Tuhan yang sungguh sangat menakjubkan. Goa-goa lainnya yang ada di Pacitan antara lain Goa Tabuhan, Goa Putri, Goa Pentung, Goa Somopuro, Goa Papringan, Goa Kambil, dan Goa Giritundo. Namun, saya tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengunjungi kesemuanya dikarenakan cuaca sudah sedikit mendung dan saya tidak mau kehilangan waktu untuk menikmati keindahan pantai-pantai yang ada di Pacitan.

Selepas dari Goa Gong, perjalanan dengan Yamaha Mio dilanjutkan menuju ke Pantai Klayar yang terletak 5 km dari Goa Gong. Dan, kembali decak kagum plus senyum lebar menghiasi wajah saya. Bagaimana tidak, pantai landai dengan ombak yang dahsyat membuat Pantai Klayar yang terletak di cekungan teluk kecil terlihat benar-benar menakjubkan! Di sini, anda bisa mengambil foto bukan hanya dari sisi bawah tapi juga bisa menaiki tebing di sebelah kanan pantai tersebut. Dan di ujung tebing tersebut, satu lagi pemandangan yang saya tidak temui di pantai-pantai lainnya yang pernah saya nikmati yaitu tebing terjal yang langsung berbatasan dengan laut, yang selama ini setahu saya banyak terdapat di pantai-pantai Australia. Benar-benar dahsyat!

Setelah menghapus dahaga dengan fresh-coconut-water, perjalanan dilanjutkan menuju ke Pantai Waru Karung; pantai ini merupakan pantai nelayan, terlihat di sepanjang sisinya deretan perahu nelayan yang parkir menunggu waktu berlayar. Pasir di sini tidak seperti pasir di pantai-pantai lainnya yang serba putih; di sini pasirnya berwarna hitam, mungkin itulah salah satu keunikan Pantai Waru Karung.

Tidak berlama-lama, kembali saya melanjutkan perjalanan ke Pantai Srau yang terletak 10 km dari Pacitan. Pantai Srau mirip dengan Pantai Klayar –pantai landai dengan hamparan pasir putih di cekungan sebuah teluk kecil, deburan ombak yang hebat dan deretan tebing di sisi kanannya. Terlihat juga aktifitas surfing dilakukan di sini, mengingat ombak yang sangat pas untuk menyalurkan libido surfing. Walaupun Pantai Srau belum dieksploitasi besar-besaran seperti Pantai Klayar, namun di situlah kenikmatan memandangi alam ciptaan Tuhan yang belum terjamah oleh tangan manusia (namun sudah terjamah oleh tangan Pemda setempat, terbukti dengan adanya pos retribusi sesaat sebelum memasuki area Pantai Srau). Di Pacitan, pantai-pantai yang memiliki ombak khas yang sangat tepat untuk ber-surfing yaitu Pantai Klayar, Pantai Srau dan Pantai Teleng Ria. Saya sangat menyarankan jika anda seorang penikmat olahraga air surfing, pantai-pantai tersebut wajib anda taklukkan dan dijamin anda akan puas sepuas-puasnya. Sungguh!

Selesai sudah perjalanan saya mengitari objek wisata khas Pacitan. Ingin hati berlama-lama sampai tahun baru di sana, namun sesampainya di hotel, seorang teman menghubungi saya mengajak berpetualang ke Yogyakarta dan Solo. Wah, ternyata masih ada yang sepaham dengan saya dalam menikmati hidup dan bertemu anggota “keluarga” lainnya. Baiklah, brother Laode & brother Uus!

Jumat, 31 Desember 2010 Pacitan (waktunya bertemu Ibu Muslimah) – Yogyakarta

Ibu Mus (lengkapnya Ibu Muslimah), pengurus Guest House tempat saya bekerja, sudah sekitar 6 tahun saya mengenalnya merupakan sosok wanita yang sabar, rajin dan taat beragama. Ibu Mus tahu mana pakaian saya dan memisahkannya bila sudah rapi; kamar dan tempat tidur yang saya tempati juga paling bersih dibuatnya. Walaupun nasi goreng yang dibuatnya sangat pedes di lidah saya, tapi kebaikannya membuat rasa pedas tersebut berangsur-angsur hilang, hallaaahhh… Berlebihan ya? Tapi itulah beliau, lepas dari kekurangannya yang tak seberapa dibandingkan dengan kebaikannya. Agustus 2010 lalu, Ibu Mus pamitan untuk kembali ke kampung halamannya di Pacitan.

Dan di pagi yang cerah di hari terakhir di tahun 2010, perjalanan saya khususkan untuk mengunjungi beliau di rumahnya. Malam sebelumnya saat saya menanyakan alamat rumahnya, Ibu Mus malah membalas SMS saya begini: “aku gak percaya kamu datang jem, kamu ngapusin (bohongin) aku ya? gak salah kamu tahun baruan di sini?”. Tapi tetap diberinya alamat rumah beliau. Dan setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit dan bertanya sana-sini, tibalah saya di depan rumah beliau. Ibu Mus langsung berlari menyambut saya sambil berteriak, “wah, beneran kamu datang jem, tak kirain bohongan, tau begitu aku masakin buat kamu”. ”Yah, Ibu”, jawab saya, “kan sudah saya bilang kalo saya mau main ke rumah Ibu, tapi Ibu sih gak percaya”. Jadilah sepanjang pagi hingga mendekati jam 12 siang kami bercengkerama ngobrolin semua yang bisa kami obrolin, juga berjalan berkeliling di sekitar rumah beliau yang sungguh sangat nyaman, hampir-hampir membuat saya tergoda untuk berlama-lama di sana jika tidak mengingat bahwa sore harinya saya akan menuju ke Yogyakarta.

Tepat jam 4 sore, travel Purwo Widodo (0357-883658) membawa saya dan tujuh penumpang lainnya berangkat menuju ke Yogyakarta. Dengan kendaraan Colt berfasilitas AC serta snack yang disediakan di pertengahan jalan, membuat tarif yang dikenakan cukup standar, 40ribu per orang; itupun sudah termasuk antar ke tempat tujuan.

Liburan yang menyenangkan. Walaupun sesaat namun kunjungan saya ke Pacitan sungguh membuat hati dan pikiran saya nyaman serasa di recharge untuk siap menghadapi 2011. Dan semoga kedatangan saya ke Pacitan juga bisa membawa berkah dan kedamaian bagi “keluarga” di sana. Terima kasih Tuhan untuk kesempatan yang Engkau berikan bagiku menikmati karya ciptaan-Mu yang sungguh sangat menakjubkan dan bertemu dengan orang-orang yang spesial di Pacitan, Kota 1001 Goa.

Wednesday, January 05, 2011

308 : NYI RORO KIDUL

Setelah perjalanan Menerjang Citarik selesai, kisah dilanjutkan menuju ke Pelabuhan Ratu. Siapa sih yang tidak mengetahui Pelabuhan Ratu? Pantai yang terletak kira-kira 60 km arah selatan kota Sukabumi ini merupakan pantai yang sangat indah jika dibandingkan dengan pantai-pantai di sekitarnya yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Selain itu, nuansa mistis tentang Nyi Roro Kidul sangat erat dengan pantai ini yang tentu saja lebih erat lagi jika dihubungkan dengan Samudera Beach Hotel kamar 308.

Namun, keindahan pantai Pelabuhan Ratu hanya bisa kami nikmati dari kendaraan dikarenakan hujan yang sangat deras mengguyur Pelabuhan Ratu sepanjang sore itu. Akhirnya, kami meneruskan perjalanan menuju ke Samudera Beach Hotel yang terletak kira-kira 10 menit perjalanan arah barat. Kondisi bangunan yang besar namun terlihat kuno memberi kesan bahwa suatu ketika pada jamannya, hotel ini merupakan hotel yang terkenal. Salah satu buktinya, legenda Nyi Roro Kidul memilih salah satu kamar di hotel ini sebagai kamar pribadinya.

Setibanya di sana, kami menghubungi bagian front office untuk menyampaikan maksud kedatangan kami yaitu hanya untuk melihat-lihat kamar 308 yang merupakan kamar legenda tersebut. Karena kami tidak menginap di hotel tersebut, maka masing-masing kami dikenakan biaya sebesar 15ribu. Itu hanya untuk melihat-lihat; kalau mau bersemedi (sesuai kepercayaan masing-masing tentunya) pihak hotel memasang tarif sebesar 220ribu per jam. Kembali, sesuai kepercayaan masing-masing.

Kami diantar oleh pihak hotel menaiki lift kuno menuju ke lantai 3. Sekeluarnya dari pintu lift, terlihat sebuah payung besar terletak di depan sebuah kamar yang menurut saya payung tersebut terlihat seperti payung kebesaran kerajaan. Memasuki kamar 308, nuansa magis sangat kental terasa. Perpaduan antara warna hijau yang mendominasi seluruh ruangan, foto besar yang menampakkan wajah Nyi Roro Kidul serta wewangian membuat bulu kuduk saya sesaat merinding. Bagaimana kalau beneran bertemu Nyi Roro Kidul ya? hiiii…

Sekitar 15 menit berada di dalam kamar tersebut membuat saya terbiasa dengan pemandangan dan aroma khas bunga melati. Karena hanya kami saja pengunjung di sana, maka dengan puas kami mengabadikan momen yang selama ini hanya bisa dilihat melalui televisi atau media koran maupun elektronik. Di akhir kunjungan kami, tampak seorang oknum berpangkat yang memasuki kamar tersebut sambil bersemedi. Pengen minta naik jabatan kah? Mungkin saja.

Pengalaman yang unik dan menegangkan. Pilihan berwisata mistis ke kamar 308 Samudera Beach Hotel patut dimasukkan dalam agenda anda jika suatu saat mengunjungi Pelabuhan Ratu, lepas dari tujuan bersemedi menurut kepercayaan masing-masing atau hanya sekedar berwisata sambil mengabadikan momen bahwa anda pernah kesana (seperti kami). Tergantung!

Tuesday, January 04, 2011

MENERJANG CITARIK

Sama seperti perjalanan-perjalanan lainnya, kali ini pun perencanaannya cukup singkat; pertanyaan yang timbul di benak yaitu liburan sehari di tanggal 26 Desember 2010 kemana ya? Banyak pilihan, namun lebih prefer ke arung jeram karena waktu yang dibutuhkan cukup sehari dan dekat dengan ibukota. Nah, melalui beberapa tahap pemilihan dan pemilahan, maka kami memutuskan untuk menggunakan jasa provider Caldera (sebelumnya pernah coba ArusLiar, namun mereka tidak memberi diskon). Alasan klasik!

Sempat ragu-ragu juga untuk memilih transportasi, karena contact number yang saya dapatkan hanyalah melalui internet; berbekal pengalaman sebelumnya yaitu belanja online dan ternyata aman-aman saja, maka dengan penuh percaya diri 99% saya yakin-yakin saja. Jasa transportasi yang kami gunakan yaitu Nadia Rental 021-96947034 dengan tarif APV termasuk supir untuk 24 jam seharga 350ribu.

Tadaaa.. tiba hari H-nya, dan si mobil akhirnya datang juga. Perjalanan dimulai tepat jam 4.30 dengan peserta 8 orang, yang jika diurut berdasarkan usia antara lain Dinny Hardiany, Laode Karnain, Dyan Herningtyas, Lydia Simamora, Megawaty Parhusip, Kaleb Malau, Gracia Sahetapy, dan saya sendiri –oh, sebelum ada yang komplain baiklah saya luruskan sedikit, jadi saya diurutan ke-4.. sungguh!

Perjalanan menempuh waktu sekitar 3 jam untuk tiba di lokasi Caldera, itupun sempat kelewatan beberapa kilometer. Disambut dengan aneka gorengan yang cukup untuk mengganjal perut (beberapa teman lainnya memilih cari makanan sendiri, mungkin harus makan nasi dulu baru dinamakan makan, hehehe…), base Caldera sangat alami dan menenangkan, sangat tepat untuk mengistirahatkan badan dan pikiran serta cocok untuk jiwa-jiwa petualang narsis mengabadikan momen disana, termasuk pasangan yang diisukan baru saja jadian  ehmm..

Dan pengarungan pun dimulai, setelah tahap briefing dan sebagainya langsung byuurrr.. Kelompok dibagi 2 yang tiap raft terdiri dari 4 peserta plus 1 instruktur; alasan klasik sih karena hampir semua kami berbadan subur a.k.a makmur, kecuali saya tentunya yang tetap langsing  Pengarungan sejauh + 9 km ditempuh kurang lebih 1,5 jam tidak terasa lama, malah ngotot minta yang lebih jauuuhhh untuk rafting berikutnya. Kasihan teman kami Laode yang harus bersakit-sakit karena malam sebelumnya mengalami kecelakaan di Bandung dan tentu saja luka-lukanya belum sembuh, ditambah tarikan maut Echa membuat dia makin menderita, hahaha…

Di raft lainnya, tentu saja adem ayem; secara ada pasangan baru yang saling menjaga dan ada kedua tante di sana, Tante Dinny dan Tante Dyan, ckckck salut dah buat kedua tante kami tersebut yang tetap semangat, 4 jempol pooollll buat tante…

Di ujung pengarungan sudah menanti kelapa muda ala Citarik, sangat dinikmati setelah berarung jeram. Tidak puas berbasah-basah ria, kembali saling guyur air kelapa muda yang tersisa, woalaahhh… Mobil pick-up sudah menanti mengantar kami kembali ke base untuk mandi dan makan. Yummy, makanan dengan bumbu tradisional terasa nikmat ditambah kebersamaan makannya. Kalau kata pak Bondan, maknyuuussss…

Sebelum pulang, momen-momen selama rafting perlu diabadikan; disini tersedia jasa foto yang dibanderol seharga 150 ribu per raft, terdiri dari 4 foto jadi ukuran 6R dan semua hasil jepretan selama rafting yang disimpan dalam bentuk CD.

Akhirnya, selesai sudah pengarungan menerjang Citarik yang dilanjutkan menuju ke Pelabuhan Ratu. Obrolan selama perjalanan secara tidak langsung mengiyakan untuk mengarungi jeram-jeram menantang lainnya –Garut, Pekalen Atas, Bondowoso, hingga Bali. Kapan waktunya? Hmm, sabar ya mbak-mbak, mas-mas, tante-tante, om-om semua.. Sedang diatur itinerary dan perencanaan budget untuk itu, yang pasti dalam waktu dekat ini sebelum April 2010. Tertarik?